Proses
pembelajaran sedang berlangsung, tiba-tiba seorang siswa “nyeletuk” bertanya,
“Pak guru, materi itu dalam kehidupan sehari-hari untuk apa?”. Belakangan ini,
saya tertarik dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Apakah itu hal yang biasa
atau ada makna yang ingin disampaikan oleh siswa?. Seharusnya kita(orang yang
lebih tua-red) merasa bangga bahwa ternyata siswa-siswa sekarang mulai berpikir
kritis akan ilmu yang mereka peroleh. Seolah-olah mungkin saja tanpa kita
sadari siswa itu ingin memperoleh ilmu yang bisa diaplikasikan atau berguna
bagi kehidupannya. Jika saja setiap siswa memiliki pemikiran seperti itu, maka
mengapa para stakeholder bidang
pendidikan tidak memikirkan hal itu. Oh, bisa jadi mereka sudah memikirkan hal
tersebut keluarlah Kurikulum 2013. Saya tidak akan membahas Kurtilas.
Sebuah
negara di Eropa -bisa dikatakan- melakukan reformasi besar-besaran pada bidang
Pendidikan. Reformasi itu berupa penghapusan beberapa mata pelajaran sains dan
perubahan sistem kelola kelas. Siswa akan belajar sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki. Jika siswa ingin menjadi Arsitek maka siswa hanya akan memperoleh
ilmu-ilmu matik dan sains yang hanya berhubungan dengan Arsitek. Pendidikan
yang diperoleh siswa sudah disiapkan untuk kebutuhannya kelak. Bisakah
pendidikan kita seperti itu? Mari berjuang bersama. Kembali ke pertanyaan siswa
di paragraf awal tadi, bisa jadi ini makna dan maksud dari siswa-siswa itu.
Setiap siswa memiliki kecerdasan jamak (multiple
intelegence) masing-masing dan seharusnya pendidikan mampu mengembangkan
kemampuan siswa secara optimal.