Sabtu, 13 Februari 2016

Belajar dari Pendidikan


Apakah Anda seorang pendidik atau guru atau apalah sebutannya? Pernah mengalami siswa Anda ribut sendiri ketika diterangkan? Siswa Anda tidur dengan pulasnya di kelas saat jam pelajaran baru saja dimulai?
Guru akronim dari digugu lan ditiru
(sumber : image from google)


Ya itu lah kenangan indah menjadi seorang “guru”. Bertemu banyak karakter siswa , tingkah laku mereka selalu membuat diri ini tersenyum bingung. Menjadi guru profesional harus melewati proses panjang nan “melelahkan” , dan semua itu berawal dari “guru amatiran”. Ilmu-ilmu dasar dari bangku kuliah cukup sebagai bekal pembuka saja, selanjutnya “pengalaman” yang akan banyak mengisi bekalmu selanjutnya. Tidak ada proses yang instan untuk mencapai hasil yang berkesan. Nikamtilah proses itu kawan, seperti aku ini yang baru memulai karir sebagai “guru amatiran”.

Aku baru saja merasakan mengajar langsung bertemu dengan anak-anak se-usia MTs dan MA. Banting setir itu lah yang aku lakukan, pengalaman setahun menjadi tutor mahasiswa di sebuah universitas kemudian beralih menjadi “guru amatiran”. Beda? Sangat berbeda guys, :D . kenapa “guru amatiran” ? ya karena baru 7 bulan aku berada di sekolah ini, masih perlu banyak belajar dari senior-senior yang telah berpuluh tahun mengabdikan diri untuk pendidikan. Proses pembelajaran ini sangat berkesan guna menyiapkan diriku benar-benar menjadi “guru profesional”.

Entah dimanapun nanti aku mengabdi menjadi seorang “guru”, biarlah idealisme pendidikan itu memanusiakan manusia terus tertancap dalam hatiku.



Salam Pendidik,

Mata Hati

Jagalah Mata Hatimu


Mata hati,
Pernahkah kau tahu,
Ia selalu melihatmu
Ia selalu merasakan kehadiranmu,
Ia selalu mengawasimu,
Ia selalu bersamamu,
Ah, pasti kau sudah tahu,
            Tapi, Ia selalu merahasiakan kau
            Merahasiakan antar mata hati
            Tak ada yang tahu mata hati siapa ke siapa
            Ia selalu menjaga antar mata hati
            Menjaga selalu suci,
Mata hati,
Tahukah yang membuatmu tak lagi suci,
Bukan Ia sungguh bukan Ia,
Mau tahukah kau, mata hati
Itu adalah nafsu,
Nafsu overdosis,
Nafsu tak terkendali,
Nasfu yang melegalkan sesamamu
Sungguh bukan Ia, mata hati
Tapi nafsu lah pelakunya,
            Mata hati,
            Kendalikan, kendalikan lah nafsumu
            Biar kau tetap suci , mata hati
            Biar Ia selalu menjagamu sampai
            Ia mempertemukan antaramu yang berbeda
            Diikatan antar mata hati yang diridhoi oleh-Nya

Secangkir Kopi untuk Pendidik

ilustrasi gambar kopi


Secangki kopi hangat menemani pagi hari yang penuh dengan sinaran cahaya matahari. Mari rehat sejenak dari segala aktivitas untuk menikmati pagi ini. Ulasan sekilas tentang hal-hal menarik minggu ini,
Media sosial menjadi sarana tukar menukar informasi yang begitu cepat. Situs-situs “penjual” berita bagai jamur di musim hujan. Arus informasi begitu cepat sudah menjadi hal yang biasa, meskipun perlu hati-hati dan kecermatan dalam memahami isi berita yang disajikan. Beberapa hari ini, media elektronik cetak bahkan sosial ramai memperbincangkan nasib “guru-guru” honorer yang rela menuntut janji (demo-red) di depan Istana Negara. Guru-guru “besar” rela berdatangan dari seluruh penjuru negeri guna merasakan “kenaikkan level strata sosial” menjadi PNS (pegawai negeri sipil). Medan magnet PNS begitu besar sekali menjanjikan kelayakan hidup. Apakah mereka salah menuntut janji itu? Tidak. Sebagai aksi tandingan munculah “tautan-tautan” berita sisi pemerintah. Guru-guru yang berdemo adalah mereka yang tidak lulus kualifikasi begitu ujar Mendikbud. Apakah yang pro pemerintah salah? Tidak. Kenapa? Karena baik guru honorer yang menuntut maupun “tautan” pro pemerintah sama-sama memiliki alasan dan tujuan serta perspektif masing-masing.

Kawan-kawan, pendidikan itu memanusiakan manusia. Bila ada yang berkata “mendidik mengajar adalah panggilan jiwa” dapat dibenarkan secara idealisme. Namun, manusia juga perlu melengkapi sandang papan pangan. Nah, orientasinya sudah berbeda ingin mendidik siswa atau mencari materi. Perdebatan ini seperti dua buah garis linier yang memiliki gradien sama tak pernah bertemu. Sungguh menjadi bijak jika kedua perspektif itu mampu disatukan menjadi perpaduan yang indah. Berbagai tunjangan hidup disetarakan dengan totalitas mendidik mengajar siswa guna mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi, guru itu Profesi atau Pahwalan tanpa tanda Jasa ??? masih menjadi teka teki yang semua kembali ke pribadi masing-masing.
Thanks.

Tambah Pengalaman (Latihan Soal)

Sobat fisika, seperti yang dijanjikan pada postingan sebelumnya , bahwa pada postingan ini sobat fisika belajar menemukan solusi dari sebu...