Sombong Dalam Berpakaian
Ada sebuah hadits yang terjemahannya sebagai berikut
“Barang siapa
memanjangkan bajunya dengan penuh kesombongan, maka Allah tidak akan melihat
kepadanya besok pada hari kiamat. Abu Bakar bertanya, sesungguhnya salah satu ujung
bajuku longgar. Sesungguhnya aku terbiasa dengan hal itu. Nabi menjelaskan :
Engkau tidak termasuk orang yang melakukannya didasari dengan kesombongan”.(
HR. Bukhari, Abu Dawud dan Nasa’i )
Takhrij
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam
kitab shahihnya nomor:3665 dan nomor 5784. Imam Abu Dawud meriwayatkan
hnomor:3665 dan nomor 5784. Imam Abu Dawud meriwayatkan hadits ini dalam kitab
sunannya hadits ini dalam kitab sunannya hadits nomor 4085. Sedang Imam Nasa’i
meriwayatkan hadits ini dalam kitab sunannya hadits nomor 5335.
Fiqh
al Hadits
Hadits ini menjelaskan tentang etika berpakaian.
Nabi menjelaskan bahwa seorang muslim tidak diperkenankan isbal yaitu membiarkan pakaiannya longgar hingga terlujur ke bawah,
melewati kedua mata kakinya. Namun larangan ini masih di-qoyyidi atau dibatasi dengan kata khuyala’a yang berarti sombong. Artinya bahwa menjulurkan pakaian
hingga ke bawah melebihi mata kaki di haramkan dalam Islam selama didasari atau
disertai dengan kesombongan. Berarti bila baju terjulur ke bawah hingga
melewati mata kaki dan tidak didasari atau disertai sikap sombong, maka tidak
lagi masuk dalam kategori hukum haram.
Ada banyak ulama yang memilih pendapat ini, yakni
bahwa isbal tidak haram. Di antara
mereka adalah Imam al Syaukani. Dalam kitab Nail
al Authar beliau menjelaskan bahwa perkataan Nabi pada Abu Bakar : Engkau
tidak termasuk orang yang melakukannya didasari dengan kesombongan sebagaimana
yang dijelaskan dalam hadits ini sudah sangat jelas, bahwa dasar diharamkannya isbal adalah sikap sombong. Fakta yang
ada menjelaskan bahwa tidak semua orang yang isbal didasari kesombongan, tidak
sedikit orang yang isbal dan bukan
karena sombong.
Ada riwayat lain, seperti hadits yang diriwayatkan
oleh sahabat Jabir yang mengatakan bahwa isbal
merupakan bagian dari kesombongan. Imam al Syaukani menjelaskan bahwa hadits
ini berbicara tentang ketetapan mayoritas. Artinya hadits ini masih bersifat
umum. Sedang dalam hukum ada kaedah yang mengatakan bahwa sesuatu yang masih
umumharus mengikuti sesuatu yang lebih khusus.
Haramnya isbal
itu bersifat umum, sedang yang diperbolehkannya isbal dengan tidak didasari
kesombongan bersifat khusus. Menurut ketentuan hukum, yang dipakai adalah yang
khusus. Sedangkannya isbal dengan
tidak didasari kesombongan bersifat khusus. Menurut ketentuan hukum, yang
dipakai adalah yang khusus.
Sedangkan ulama lain seperti Ibnu Hajar dengan
kesombongan maupun tidak didasari dengan kesombongan. Beliau berpegang pada
hadits riwayat Jabir yang menjelaskan bahwa isbal
bagian dari kesombongan dan berpegang pada pada hadits lain yang diriwayatkan
oleh Abu Umamah.
Dalam riwayat Abu Umamah ini dijelaskan bahwa Nabi
melarang isbal pada Amru bin Zararah
karena ingin menutupi betisnya yang kecil. Nabi menjawab alasan Amru dalam isbal ini dengan mengatakan bahwa Allah
telah menyempurnakan semua ciptaannya. Menurut Ibnu Hajar al Asqalani Amru bin
Zararah melakukan isbal bukan karena
kesombongan.
Jadi, bagaimana mensikapi perbedaan ini? Jawabannya
adalah bahwa pilihan ada di umat Islam. Masing-masing pendapat baik yang
mengharamkan maupun yang memperbolehkan isbal sama-sama memiliki argumen yang kuat.
Masing-masing diperbolehkan untuk berpegang teguh
pada pendapatnya, selama argumennya masih bisa dipertanggungjawabkan. Dan
kenyataannya masing-masing argumen yang diajukan sama-sama bisa
dipertanggungjawabkan.
Demikian juga ulama yang mengatakan pendapat yang
berbeda itu sama-sama memiliki kredibilitas yang diakui oleh umat. Karena itu
umat dipersilahkan untuk memilih, tanpa harus terjebak pada perpecahan. Islam
menghargai perbedaan, namun Islam mencela perpecahan.
Disadur
dari :
Majalah
Rindang No. 12 Th XXXVI Sya’ban 1432 H/ Juli 2011 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar