Sabtu, 24 Maret 2012

Cahaya Ilahi


Cahaya Ilahi
Titian Menuju Taqwa
Allah SWT. berfirman dalam surah Al-Baqarah : 183, yang artinya sebagai berikut
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu puasa (Ramadhan), sebagaimana puasa itu diwajibkan kepada orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu menjadi taqwa”. ( Al Baqarah/2:183 )
Allah SWT sangat mencintai orang-orang mukmin diatas cintaNya terhadap manusia secara umum dan diatas cintaNya kepada orang-orang kafir. Hal ini dapat dilihat antara lain, Allah SWT 89 kali memanggil kepada hambaNya yang mukmin dengan panggilan Yaa ayyuhal ladziina amanuu, 19 kali Allah memanggil manusia dengan panggilan Yaa ayyuhan nas, 2 kali dengan panggilan Yaa ayyuhal insan. Dua kali dalam Alqur’an Allah SWT memanggil orang kafir dengan redaksi Ya Ayyuhal Kaafirun.
Mayoritas ahli tafsir menyatakan, bahwa surat Al Baqarah/2 : 183 itu turun pada akhir bulan Sya’ban tahun kedua Hijiriyah. Ayat 183 surat Al Baqarah itu mengandung tiga hal yang pokok. Ialah wajibnya puasa Ramadhan, sejarah puasa dan tujuan puasa.
Sebelum Ramadhan menjadi bulan puasa, Rasulullah saw mendapatkan penduduk puasa bulan Asyura yang hukumnya wajib. Tetapi setelah puasa Ramadhan diwajibkan, puasa Asyura menjadi sunnah.
Puasa diwajibkan tidak hanya umat Nabi Muhammad saw saja, tetapi umat Nabi-nabi dahulu juga pernah diwajibkan puasa juga. Nabi Zakariya puasanya tiga malam tidak bicara (Maryam/19:10), Sayyidatina Maryam (ibunda Nabi Isa as), puasanya tidak berbicara dan puasa nabi Dawud as sehari puasa sehari tidak puasa.
Tujuan puasa ialah meningkatkan diri untuk mencapai taqwa. Tentang ciri-ciri orang-orang yang taqwa, antara lain bisa dilihat pada surat Al Baqarah /2:3-5 dan ayat 177, serta surat Ali Imran/3:134-135.

Disadur dari Majalah Rindang Edisi No. 01 Th. XXXVII Ramadhan 1432 H/Agustus 2011. 

Sang Surya

sang Surya...
ku harap esok sinarmu,,,
untuk
dedaunan yang mulai layu..,
batang yang hampir tumbang,,,
dan 
akar-akar yang hampir mati,,,,
serta 
semangat yang hampir memudar...
sehingga 
tumbuh lagi terus berkembang
menjadi setitik cahaya yang tenggelam di lautan cahaya tuk menyinari dunia
selayaknya Surya di ufuk Timur.

Sabtu, 17 Maret 2012

Saya kembali

Hari Jum'at dan Sabtu tanggal 16 dan 17 Maret 2012 untuk pertama kalinya setelah 3 tahun vakum, saya melakukan hal yang sudah lama ditinggalkan,,,,
Ya, melakukan hal baru ketika menjabat sebagai seorang Mahasiswa,
Mondar mandir ke Prodi dan membuat janji dengan Ketua BEM PS Pend. Fisika serta dengan SEMA Fak Saintek hanya untuk meminta tandatangan mereka guna kelancaran Proposal Pengajuan Dana,,
Melelahkan memang tapi saya kembali teringat hal yang sama saya lakukan tepatnya 3 tahun lalu ketika diamanati menjadi Ketua Kegiatan Perkemahan PMR dan ROHIS, hal yang sama juga mondar mandir ke ruang Guru mencari Pembimbing dan Wakasek bidang Kesiswaan hanya untuk mendapat tandatangan beliau-beliau,
Baru besoknya maju ke Kepala Sekolah,,,,
Hal yang sama juga Insya Allah besok Senin mau maju ke Pembantu Dekan III Bidang Kemasiswaan,,
ya,,, semoga Allah memudahkan semuanya,,,,
tentu saya tidak sendiri mengurusi semua ini,,,
namanya juga Organisasi ya harus bekerja sama dengan Pengurus yang lain,,,
langkah awal untuk terus berkarya,,,
Terus Berkarya Teman-Teman dan menjadi Tim yang Solid dalam Innovation Club untuk kemajuan bersama
demi prodi Pendidikan Fisika dan almamater tercinta UIN SunanKalijaga Yogyakarta,,,

Jumat, 02 Maret 2012

Hormat Pada Bendera


Hormat pada Bendera
Terjemah sebuah Hadits
“Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, ia berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: Zaed membawa bendera, namun kemudian ia terluka. Ja’far lalu mengambilnya, namun kemudian ia terluka. Abdullah bin Rawahah lalu mengambilnya dan kemudian juga terluka. Sesungguhnya kedua mata Rasul meneteskan air mata, tanpa ada perintah Khalid bin Walid kemudian mengambil bendera itu, akhirnya ia mendapatkan kemenangan.” (HR. Bukhari)
Fiqh al Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari pada kitab shahihnya pada hadits nomor: 1246. Kitab al Janaiz, bab al Rajul Yan’a ila ahli al mayyit binafsihi. Hadits ini bercerita tentang penghormatan bendera yang terjadi pada masa nabi Muhammad saw. Ketika seseorang yang ditugasi membawa bendera terluka, sehingga ia tidak bisa menunaikan tugasnya untuk membawa bendera dengan baik, maka sahabat lain segera menggantikan posisi orang yang terluka tersebut.
Muhammad Said al Bugha seorang ulama Syuria menjelaskan bahwa hadits ini bercerita tentang peristiwa penghormatan bendera yang dilakukan oleh para sahabat pada perang Mu’tah.
Mengapa para sahabat begitu gigih mempertahankan bendera mereka? Bukankah bendera hanya sepotong kain dengan warna tertentu? Apakah sikap sahabat ini tidak berlebihan, karena mereka telah mengkultuskan sebuah kain. Apakah mereka tidak tahu bahwa pengkultusan terhadap segala sesuatu selain Allah adalah tindakan syirik yang merupakan dosa besar yang tidak pernah diampuni oleh Allah SWT.
Sahabat adalah orang yang dekat dengan Nabi, tentunya mereka sangat tahu tentang syirik. Kalau penghormatan terhadap bendera itu merupakan perbuatan syirik, tentunya mereka adalah orang-orang pertama yang meninggalkannya.
Segala sesuatu harus ditempatkan pada tempatnya. Meskipun bendera hanya sebuah kain, namun bendera merupakan simbol eksistensi suatu komunitas. Ketika bendera suatu komunitas itu masih berkibar, itu artinya komunitas itu masih eksis. Ketika bendera itu sudah tidak lagi berkibar, itu berarti bahwa komunitas itu sudah tidak eksis.
Logika ini sudah menjadi logika umum, termasuk didalamnya para sahabat yang mati-matian mempertahankan bendera sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Imam Bukhari di atas. Logika mereka sama, ketika bendera mereka berkibar, itu artinya mereka masih eksis.
Selain diposisikan sebagai simbol suatu komunitas, bendera juga diposisikan sebagai media pemersatu. Logika yang sama juga terjadi pada masa nabi. Pada zaman nabi ada bendera yang ukurannya kecil. Bendera ini biasanya dipasang di ujung tombak. Bendera ini dibawa oleh semacam komandan pleton, dimana masing-masing pleton punya bendera kecil yang berbeda-beda. Bendera kecil ini disebut dengan liwa’.
Selain bendera yang ukurannya kecil, juga dikenal bendera yang ukurannya besar. Bendera ini dikenal dengan istilah rayah. Bendera ini tidak dibawa oleh pasukan, akan tetapi ditancapkan pada suatu tempat, dan dibiarkan berkibar diterjang oleh angin.
Logika yang sama juga disampaikan oleh lembaga fatwa Mesir yang membolehkan upacara bendera. Dalam fatwa itu dijelaskan bahwa penghormatan terhadap bendera yang diiringi dengan lagu kebangsaan dan memberikan isyarat dengan tangan merupakan tanda loyalitas pada negara, menyatukan garis komando dan menghidupkan semangat bela Negara. Ini semua tidak masuk dalam konteks ibadah, tidak ada sholat dan dzikir di dalamnya sehingga ini semua tidak bisa disebut bid’ah atau ibadah pada Allah SWT.
Pendapat yang berbeda disampaikan oleh ulama Saudi seperti Abdullah bin Baz, dalam Lembaga Tetap Pengkajian Ilmiah dan Riset Fatwa (Lajnah ad Daimah li al Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al Ifta). Mereka berpendapat bahwa penghormatan terhadap bendera dengan menyanyikan lagu kebangsaan hukumnya haram. Pendapat mereka ini yang dijadikan dasar oleh mereka yang menamakan dirinya sebagai kelompok salafi di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Mana yang benar, Allahu A’lam, yang jelas mereka yang melakukan upacara bendera yang dituduh telah melakukan perbuatan bid’ah dan syirik memiliki argumennya sendiri, dan argumen itu bisa dipertanggungjawabkan dan memiliki dasar yang kuat dari Qur’an maupun sunnah.
Tulisan ini, bukan dimaksudkan untuk memperuncing perbedaan pendapat, akan tetapi dimaksudkan untuk memberikan keyakinan pada mereka yang terbiasa dengan upacara bendera, bahwa aktivitas mereka bukanlah perbuatan yang menyimpang dari agama.

Ditulis oleh H Amin Handoyo, Lc dalam Majalah Rindang Edisi No. 01 Th. XXXVII Ramadhan 1432 H/Agustus 2011 halaman 43-44 tanpa perubahan.



Lentera Hadis 2


Lentera Hadits
Segeralah Bersedekah
“Bersedekalah kalian, akan datang suatu masa di mana seseorang berjalan menawarkan sedekahnya (kepada setiap orang yang ditemuinya). Namun setiap orang yang ditawari sedekah menjawab : “Seandainya engkau datang kemarin, pasti aku akan menerima sedekahmu. Adapun sekarang, aku tidak mau menerima”. Akhirnya dia tidak mendapatkan seorang pun yang mau menerima sedekahnya”.(HR Syaikhan dari Haritsah bin Ahab)
Bersedekah adalah sebagian dari amal perbuatan yang terpuji, pahalanya sungguh amat besar. Agar umatnya tidak melewatkan amal perbuatan terpuji itu, Rasulluah menyerukan kepada umatnya agar segera mengeluarkan sedekah. Kalau tidak, nanti harta yang akan disedekahkan tidak ada gunanya karena tidak ada orang yang mau menerimanya.
Kalau akan terjadi suatu masa di mana semua orang tidak mau menerima sedekah, bukan berarti saat itu semua orang sudah kaya, tidak. Tetapi saat itu perhatian orang sudah tidak kepada duniawi, tetapi perhatiannya sudah terfokus kepada peristiwa yang terjadi, yaitu huru hara yang terjadi sebagaimana proses terjadinya hari kiamat.

Disadur dari :
Majalah Rindang No. 02 Th. XXXVI Ramadhan 1431 H / September 2010 M

cahaya ilahi


Cahaya Ilahi
Hidayah
Allah SWT berfirman dalam surat Al An’am/6 : 125 yang artinya sebagai berikut
“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan petunjuk kepadanya, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatan, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak dan sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman”. (Al An’am/6 : 125)
Rasulullah saw pernah ditanya tentang “kelapangan dada” yang dimaksud dalam ayat ini, lalu beliau menjawab:
“Itulah gambaran cahaya Ilahi yang menyinari hati orang mukmin, sehingga menjadi lapanglah dadanya”. Para sahabat bertanya lagi : “Apakah yang demikian itu ada tanda-tandanya?”. Rasul menjawab : “Ada tanda-tandanya, yaitu jiwanya selalu condong kepada akhirat, selalu menjauhkan diri dari tipu daya keduniaan dan selalu bersiap-siap untuk menghadapi kematian”. (HR. Ibnu Abi Hatim dari Abdullah bin Mas’ud)
Salah satu ciri orang yang akan mendapat hidayah Dinul Islam, ialah dia menyikapi seluruh ajaran Islam ini dengan lapang dada, optimisme, karena pada hakekatnya seluruh ajaran Islam itu adalah sebagai nikmat. Sebaliknya orang yang akan disesatkan oleh Allah, selalu menyikapi ajaran Islam ini dengan pesimis, sinis, dan sesak dada.
Untuk bisa menyikapi bahwa keseluruhan ajaran agama Islam adalah sebuah kenikmatan, harus mendahulukan iman daripada rasio. Kalau menyikapi Islam dengan mendahulukan rasio dan membelakangan iman, pasti membuat orang sesak dada, karena akal manusia sungguh amat sangat terbatas. Semoga hidayah Allah SWT senantiasa menyertai kita. Amin.


Disadur dari :
Majalah Rindang No. 11 Th. XXXVI Rajab 1432 H / Juni 2011 M

Tambah Pengalaman (Latihan Soal)

Sobat fisika, seperti yang dijanjikan pada postingan sebelumnya , bahwa pada postingan ini sobat fisika belajar menemukan solusi dari sebu...